Categories
faktastis

Dari Tukang Gado-gado Menjadi Chef di Belgia

Kawan sebangku yang tak spesial bahasa Inggrisnya masih menyimpan impian pergi ke luar negeri. Aris Budianto namanya. Dan ia benar-benar sukses di luar negeri.

Dari Tukang Gado-gado Menjadi Chef di Belgia

Suatu hari, saya menerima permintaan pertemanan di Facebook. Foto profilnya pria berkacamata hitam, bersinglet kuning dan celana renang, bersimpuh di atas batu karang. Latar belakangnya pantai nan indah. Entah siapa dia. Namanya aneh pula. Jadi, saya tidak menghiraukannya. Sampai dia mengaku di Facebook Message, “Aku Aris, Bro!”

“Aris siapa?”

“Aris tompel!”

Hah? Aris SMP? Teman sebangku di kelas II? Namun, dia dulu memiliki tompel di pipi sebesar koin 1 euro. Jadi, “Mana tompelmu?”

“Sudah dioperasi,” jawabnya tidak meyakinkan.

Dia bercerita bahwa sekarang kerjaannya sebagai chef di sebuah resto di Belgia. Hidupnya memang makmur. Masa senggangnya dihabiskan dengan jalan-jalan, naik kapal pesiar, menonton Cirque du Soleil, konser Celine Dion, dan sebagainya. Tiap tahun pulang ke Indonesia dan mentraktir keluarganya berlibur.

Memori saya langsung terlempar ke masa SMP dahulu. Setiap main ke rumahnya, Aris sering menyuguhi saya gado-gado dari warung mungil milik ibunya.

Saya ingat betul, pada masa-masa itu, kami juga suka menelepon ke luar negeri dengan pulsa yang dibebankan kepada penerima, hanya untuk bercakap-cakap “salah sambung” dengan bule. Buat melatih bahasa Inggris, pikir kami.

Kami dahulu juga sering berkhayal tentang ikut program homestay di luar negeri. Padahal, bahasa Inggris Aris kurang. Dan dia bukan dari keluarga yang berkecukupan.

Namun, sekarang, lihatlah! Justru Aris benar-benar sukses di mancanegara. Bekerja sebagai chef, yang artinya keterampilan memasaknya sudah jauh di atas kelas gado-gado.

Siapa sangka, saat saya melupakan impian tentang homestay, Aris masih menjaga apinya tentang hidup indah di luar negeri. Meskipun dia kemudian masuk SMK swasta yang kurang bonafid, sementara saya berhasil masuk SMU Negeri favorit di Surabaya. Saya kuliah di universitas negeri favorit, dan dia hanya mengambil D-2 di lembaga pendidikan swasta.

Namun, tukang gado-gado itu dengan telak mengalahkan saya. Hebat kau, Ris! Sejak itu, saya berjanji pada diri sendiri untuk selalu bersyukur dan tidak pernah mematikan api di dada saya.

  • Keterangan foto: Aris ketika saya temui di The Library Café, Gramedia Expo, Surabaya, pada 11 September 2010. Akhirnya berjumpa kembali setelah 14 tahun lebih berpisah! 

By Brahmanto Anindito

Penulis multimedia: buku, film, profil perusahaan, gim, podcast, dll. Bloger. Novelis thriller. Pendiri Warung Fiksi. Juga seorang suami dan ayah.

5 replies on “Dari Tukang Gado-gado Menjadi Chef di Belgia”

Oh, nggak. Di Indonesia saja hidupnya. Aku cinta Indonesia, Pak! Hehehe… Tapi sesekali pelesirannya atau urusan bisnisnya dengan orang luar. Sekadar biar agak berwarna, gitu aja.

Wah, kalau isi FB = blog, biasanya blognya jadi nggak payu, Pak. Hehehe…

Saya tertarik dengan tulisan anda mengenai indonesia.Benar benar sangat bermamfaat dalam menambah wawasan kita menjadi mengetaui lebih jauh mengenai indonesia.Saya juga mempunyai artikel yang sejenis mengenai indonesia yang bisa anda kunjungi di Indonesia Gunadarma

Leave a Reply to re Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

CommentLuv badge

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Maaf, tidak bisa begitu