Categories
reviu

Kawin Silang Fiksi-Nonfiksi dalam Usaha Adaptasi

  • AdaptationJudul film: Adaptation
  • Genre: Film drama-komedi
  • Penulis: Charlie Kaufman
  • Sutradara: Spike Jonze
  • Pemain: Nicolas Cage, Meryl Streep, Chris Cooper, dll.
  • Durasi: 114 menit
  • Tahun rilis: 2002
  • Produksi: Amerika Serikat

Ya, saya merasa Adaptation merupakan blasteran antara kehidupan nyata dan dunia imajinasi. Bayangkan, di film ini ada tokoh nyata seperti John Malkovich, Catherine Keener, dan John Cussack yang muncul sekilas memerankan diri sendiri. Di lain sisi, terdapat juga tokoh nyata tapi dimainkan oleh pemeran, seperti Charlie Kaufman (Nicolas Cage), John Laroche (Chris Cooper), Susan Orlean (Meryl Streep), serta Robert McKee (Brian Cox).

Ada pula tokoh fiktif seperti kembaran Charlie, Donald Kaufman, yang tentu saja juga diperankan oleh Nicolas Cage. Gilanya, Kaufman kemudian mencantumkan nama Donald sebagai salah satu penulis naskah Adaptation. Ini bisa dilihat di credits awal film bersamaan dengan voice-over narration yang dibawakan oleh Nicolas Cage sebagai Charlie Kaufman.

Yang lebih gila lagi, “dua bersaudara” itu akhirnya sama-sama dinominasikan sebagai best scriptwriter di Academy Awards 2003, ajang yang jelas-jelas bukan adegan film.

Kaufman memang bukan sineas yang konservatif. Simak saja sinopsis dari cerita buatannya kali ini. Tanpa senyum, Charlie Kaufman berdiri menyendiri di lokasi syuting Being John Malkovich. Tak ada yang menghiraukan kehadiran pria gendut dan botak itu. Dia pun meninggalkan tempat tersebut. Padahal sebenarnya, banyak yang memuji naskah film yang sedang filming itu.

Sang penulis skrip sebenarnya girang. Namun yang meresahkannya, orang-orang terlalu berharap Charlie segera menulis naskah yang tidak kalah edan dibanding Being John Malkovich. Charlie sendiri ingin membuat terkesan Valerie Thomas, sang Eksekutif Film yang jelita itu. Dia menyanggupi permintaan Valerie untuk mengadaptasi sebuah buku best seller karangan Susan Orlean, The Orchid Thief.

Buku terbitan Ballantine Books 1998 ini bicara tentang kehidupan penggemar bunga anggrek di Florida. Dengan percaya diri, Charlie menyatakan, “Saya lebih ingin membikin film nyata ketimbang alur cerita yang dibuat-buat.” Dia juga menepis dugaan sang eksekutif bahwa ada kemungkinan antara Orlean dan John Laroche (tokoh yang sangat berperan dalam buku tersebut) terlibat percintaan.

Charlie juga bersikeras enggan membuat film tentang seks, kebut-kebutan, atau baku tembak. Film terbaru ini, janjinya, akan murni bicara mengenai keajaiban bunga anggrek sebagai makhluk ciptaan Tuhan.

Penulis dengan kepribadian pemurung itu hanya belum tahu, karya nonfiksi The Orchid Thief kurang potensial untuk dijadikan film. Dan begitu dia sadar betapa sulitnya tema semacam itu untuk dilayarlebarkan, pusinglah dia. Sudah begitu, saudara kembarnya yang juga berniat menjadi penulis skenario, Donald Kaufman, tak henti-hentinya merecokinya dengan pertanyaan-pertanyaan dangkal seputar dunia penulisan.

Di tengah-tengah writer’s block-nya, Charlie akhirnya melakukan sesuatu yang nyeleneh. Dia memang menggunakan The Orchid Thief, tapi hanya sebagai titik awal dari kisahnya. Berikutnya, Charlie seenaknya mencampurkan fakta dengan fiksi sambil menjadikan dirinya sebagai pusat cerita.

Ini dilakukannya setelah berkonsultasi dengan Robert McKee, guru penulisan naskah yang mulanya dia remehkan. Dan jadilah sebuah film mengenai penulis skenario bernama Charlie Kaufman yang berusaha mengadaptasi buku The Orchid Thief.

Jika Claude Lelouch dianggap ngawur sesudah mengadaptasi novel Les Misérables karangan Victor Hugo ke dalam filmnya yang berjudul sama, maka Adaptation lebih “ngawur” lagi. Bedanya, Lelouch terang-terangan menyisipkan text berbunyi, “Diadaptasi dengan bebas.” Sementara Kaufman dan Spike Jonze (sutradara) hanya menampilkan text, “Berdasarkan The Orchid Thief, buku karya Susan Orlean.”

Ketidakjujuran ini bisa mengecoh penonton, tentu saja. Namun bagi mereka yang tahu reputasi dari kolaborasi Jonze-Kaufman pastinya sejak awal sudah menyiapkan mental untuk menonton film yang akan memelintir otak mereka. Terutama gara-gara ceritanya “tidak beres”.

Meneruskan keganjilan ide Kaufman ini, sutradara Spike Jonze tidak ada pilihan lain. Dia jadi sering membuat alur maju-mundur. Suatu saat, kita dibawa menyusuri masa lampau ketika wartawati New Yorker, Susan Orlean, sibuk menggali informasi dari John Laroche, seorang pakar anggrek. Lalu tiba-tiba, kita didorong kembali ke masa sekarang saat Charlie sedang stres memikirkan tenggat pembuatan skenarionya.

Suatu saat, penonton dibawa ke Inggris 139 tahun silam saat Charles Darwin menulis ide-idenya. Pada saat yang lain, penonton diseret balik ke seabad silam di Sungai Orinoco, Venezuela. Bahkan, Jonze sempat mengantar penonton ke Hollywood 4 milyar 40 tahun silam untuk menyaksikan cikal bakal peradaban California.

Di sana, menggunakan teknik animasi, divisualisasikan bumi yang membara, mendingin, lalu muncul spesies sederhana, lahir ikan, mamalia, manusia purba, lantas bayi Homo sapiens. Kamera kemudian menyorot sesosok manusia botak, yakni sang tokoh utama, dengan teknik jump cut.

Suara Orlean (selain suara Charles Darwin, Bapak Evolusi yang kontroversial itu) juga kadang masuk mengiang-ngiang telinga penonton tatkala Charlie serius memelototi buku The Orchid Thief. Trik ini jamak digunakan para sineas. Namun, dalam Adaptation, hal tersebut lebih merupakan isyarat implisit bagi penonton bahwa segera setelah itu, kedua alur utama bakal berjumpa.

Syahdan, terjadilah hal itu. Permasalahan-permasalahan yang mewakili kedua plot pun membaur dan siap meledak saat itu juga.

Padahal sebelumnya, McKee sudah mewanti-wanti Charlie agar jangan pernah menggunakan deus ex machina, jalan keluar yang dibuat-buat. Charlie agaknya mempersetankan anjuran tersebut. Atau, jangan-jangan film ini memang bertendensi menyindir para guru penulisan seperti McKee yang biasanya teoretis belaka.

Selain menyajikan kompleksitas untuk menggambarkan keutuhan cerita, manipulasi waktu yang dipraktikkan sang sutradara sepertinya dimaksudkan juga untuk memberi peluang penonton mencicipi apa yang dirasakan para tokoh pentingnya.

Perhatikan waktu Charlie kebingungan saat naskahnya ditagih oleh Marty. Dia kemudian panik menyelesaikan tugas itu. Dan apa yang terlihat di kamera adalah flash-back dari penggalan-penggalan scenes sebelumnya yang dipercepat. Shot Laroche berganti Darwin, lalu sekelebat penonton mengulang “memorinya” tentang para Indian Seminole. Berkelindan kusut dan ruwet. Tapi menghibur.

Film berdurasi sekitar 110 menit ini banyak dinominasikan di beberapa ajang penghargaan film, terutama yang satu selera dengan Oscar. Terlepas dari tatabahasa film, yang menarik dari Adaptation ialah ceritanya yang unik dan gila. Tidak bisa dipungkiri pula, akting para pemainnya cemerlang, membuat film ini sedap ditonton.

By Brahmanto Anindito

Penulis multimedia: buku, film, profil perusahaan, gim, podcast, dll. Bloger. Novelis thriller. Pendiri Warung Fiksi. Juga seorang suami dan ayah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

CommentLuv badge

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Maaf, tidak bisa begitu