Categories
travel

Museum Mandala Wangsit Siliwangi Angker?

Di depan panji Kodim-Kodim dari Kodam Siliwangi.
Di depan panji Kodim-Kodim dari Kodam Siliwangi.

Banyak yang bilang begitu. Tapi saya tidak percaya. Masa museum militer bisa angker? Militer itu perang. Dan perang itu genrenya action, bukan horor. Seram? Ah, hil yang mustahal! Maka berangkatlah saya bersama anak dan istri membuktikan keangkeran Museum Mandala Wangsit Siliwangi. Bukan karena kami pemberani. Penasaran saja, kok museum di tengah hingar-bingar keramaian Kota Bandung bisa angker?

Museum ini terletak di Jalan Lembong 38, Bandung. Posisinya kira-kira di depan Hotel Panghegar. Museum Mandala Wangsit Siliwangi berdiri di atas tanah 4.176 meter persegi, dengan luas bangunan 1.674 meter persegi. Terdiri dari kantor, rumah dinas, dan museum. Pertama datang, saya sampai bingung, museumnya ini dimana? Lewat mana?

“Di belakang, Mas,” jawab seorang penjaga gerbang sambil menunjuk arah dalam. “Silakan langsung masuk saja.”

Hm, tempat ini mirip kawasan militer. Potongan orang-orangnya, mobil-mobilnya, kerapiannya. Oke, mungkin tidak seketat area militer yang sesungguhnya. Karena saya lihat ada PKL rujak buah di halamannya.

Kebetulan! Perut keroncongan, tapi nanggung kalau harus cari makan siang dulu. Kami pun sepakat melipir dulu.

“Pak, dua bungkus. Lima ribuan ya! Buahnya campur,” pesan istri saya ke tukang buah dorong itu.

Di bawah rimbunnya pohon di area parkir, kami pun menikmati rujak buah yang segar dan berbumbu manis-pedas itu. Lumayanlah sebagai pengganjal perut. Meski Kiara, anak saya, ternyata tidak begitu suka.

Omong-omong, tahukah Anda kenapa disebut Mandala Wangsit Siliwangi? Nah, sementara menunggu kami selesai makan buah, saya akan ceritakan sekilas.

Diorama penyergapan dedengkot Pemberontakan DI/TII, Sukarmaji Marlian Kartosuwiryo, di Gunung Geber, Majalaya.
Diorama penyergapan dedengkot Pemberontakan DI/TII, Sukarmaji Marlian Kartosuwiryo, di Gunung Geber, Majalaya.

“Siliwangi” adalah pendiri Kerajaan Pajajaran yang amat disegani di Jawa Barat, yang akhirnya dijadikan nama Kodam (Komando Daerah Militer) Jawa Barat. Sedangkan “Mandala Wangsit” adalah sebuah kotak untuk menyimpan amanat, petuah atau nasehat dari pejuang terdahulu kepada generasi penerusnya.

Gedung ini dibangun pada masa penjajahan Belanda, sekitar tahun 1910-1915. Tujuan awalnya sebagai tempat tinggal para perwira Belanda. Namun kemudian tentara Indonesia mengambil alih dan menggunakannya sebagai markas Divisi Siliwangi pada 1949-1950.

Baru pada 23 Mei 1966, bangunan ini dialihfungsikan sebagai museum. Yang meresmikan waktu itu adalah Panglima Divisi Siliwangi ke-8, Kolonel Ibrahim Adjie. Gedung lantas direhabilitasi menjadi dua lantai. Dan pada 10 November 1980, Pangdam Siliwangi ke-15, Mayor Jenderal Yoga Sugama, meresmikannya ulang sebagai Museum Mandala Wangsit Siliwangi. Prasastinya ditandatangani langsung oleh Presiden Soeharto.

Sudah tahu kan sekarang sejarahnya? Jadi, kita ke museumnya sekarang? Eh, tunggu, ternyata istri saya belum selesai makan buah. Maklumlah, dia harus menyuapi Kiara juga.

Baiklah, kita lanjutkan sedikit. Tahukah Anda kenapa jalan tempat Museum Mandala Wangsit Siliwangi berada ini bernama Lembong? Itu nama orang lho.

Begini ceritanya, Bandung pasca kemerdekaan bukanlah kota yang damai. Hampir tiap hari terjadi kebakaran, perampokan, atau perang dengan Sekutu. Meskipun begitu, setelah penyerahan kedaulatan pada 27 Desember 1949 di Jalan Oude Hospitalweg (sekarang Jalan Lembong), bendera Indonesia akhirnya berkibar. Tentara Indonesia kembali menguasai Bandung.

Sayangnya, para separatis kembali berulah. APRA (Angkatan Perang Ratu Adil) yang dikomando Raymond Westerling, pada 23 Januari 1950 subuh, menyerang kota ini melalui Cimahi. Sekitar pukul 9.30, Markas Besar Siliwangi di Oude Hospitalweg pun dikuasai oleh APRA.

Sebanyak 94 orang tentara Indonesia gugur, termasuk Letnan Kolonel Lembong. Untuk menghargai jasanya, Pemerintah kemudian mengabadikan Letkol Lembong sebagai nama jalan sekaligus membuatkan patungnya di depan Museum Mandala Wangsit Siliwangi.

“Udah,” kata istri saya sambil mengunyah buah terakhir dan mencari tempat sampah untuk membuang bungkusnya.

Saya ikut berdiri. “Ayo kita langsung ke museumnya.”

Meja saksi bisu pertemuan Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945 untuk persiapan Proklamasi Kemerdekaan.
Meja saksi bisu pertemuan Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945 untuk persiapan Proklamasi Kemerdekaan.

Tidak ada tiket masuk di Museum Mandala Wangsit Siliwangi. Hanya biaya sukarela. Kami mengisi buku pengunjung di pos dekat penitipan barang, lalu menitipkan tas, jaket dan topi di sana. Tak lupa menyelempitkan selembar 5.000 di bawah buku pengunjung, hitung-hitung sebagai biaya perawatan museum dan ongkos penitipan.

Pertama masuk ruangan museum, kami melihat lemari-lemari yang memajang persenjataan tentara. Dari yang paling sederhana seperti bambu runcing, sampai yang paling modern (saat itu). Berikutnya, saya rasa pembagian ruangan-ruangan di Museum Mandala Wangsit Siliwangi seperti ini:

  1. Era Kerajaan. Beberapa koleksi yang berhubungan dengan kerajaan di Jawa Barat dipajang. Antara lain beduk, keris, dan tombak. Ada juga lukisan Prabu Siliwangi.
  2. Era Pra Kemerdekaan. Beberapa lukisan menggambarkan kedatangan penjajah ke Indonesia dan perlawanan penduduk di sana.
  3. Era Perjuangan Pasca Kemerdekaan. Berisi lukisan-lukisan, miniatur perlawanan tentara Indonesia, dan peralatan yang dipakai saat perang.
  4. Era Pemberontakan di Jawa Barat. Foto-foto dan lukisan-lukisan yang menggambarkan kekejaman para pemberontak. Plus benda-benda milik pemberontak.
  5. Lain-lain. Peta-peta operasi, bendera-bendera Kodim (Komando Distrik Militer) di bawah Kodam Siliwangi, meja-kursi plus cangkir-cangkir yang digunakan dalam pertemuan Rengasdengklok.

Sampai sekarang, saya tidak mengerti dimana seramnya. Namun saya menduga, sensasi angker itu muncul karena ruangan lembap, cahaya penerangan kurang, diorama yang berdebu, juga foto-foto dokumentasi kepala terpancung, mayat gosong, frame by frame Kartosuwiryo dieksekusi tembak, pembantaian pasukan APRA, koleksi baju serta senjata tajam yang masih menyisakan bekas darah.

Selama foto-foto itu masih di situ, akan terus ada kesan Museum Mandala Wangsit Siliwangi menakutkan dan tidak cocok buat study tour anak SD atau SMP. Tak apalah kalau memang kekejaman sejarah itu dirasa penting diketahui publik.

Kiara di depan artileri tentara dan milisi saat Perang Kemerdekaan.
Kiara di depan artileri tentara dan milisi saat Perang Kemerdekaan.

Namun, jangan ditambahi dengan kesan angker dong! Jangan sampai beredar cerita-cerita soal hantu atau klenik di Museum Mandala Wangsit Siliwangi. Karena itu sangat tidak modern dan bikin museum sepi.

Mungkin pengelola bisa menyediakan petugas-petugas ramah di beberapa titik strategis museum, mengganti lampu-lampu dengan yang lebih terang, lebih rutin membersihkannya agar bau debu tidak sampai tercium pengunjung.

Bukan hanya ruang-ruang museumnya, ternyata!

Ketika hendak salat, saya melihat musalanya juga kurang terawat. Musala ini terletak di luar gedung museum, di dekat penitipan barang. Cukup luas. Tapi lantainya berdebu tebal. Saya sampai melangkah jinjit-jinjit setelah wudhu (untuk menghindari najis), dan melarang anak saya berjalan-jalan di sana karena pasti kaos kakinya segera belepotan. Kamar mandinya pun kotor dan pesing. Aduh, sayang sekali.

[Photos by Brahm]

By Brahmanto Anindito

Penulis multimedia: buku, film, profil perusahaan, gim, podcast, dll. Bloger. Novelis thriller. Pendiri Warung Fiksi. Juga seorang suami dan ayah.

6 replies on “Museum Mandala Wangsit Siliwangi Angker?”

Wah, aku belum pernah ke Museum Kesaktian Pancasila malah. Harusnya lebih bagus dan terawat daripada Mandala Wangsit. Yang jelas, seram itu relatif. Tapi kalau kotor dan singup itu mutlak. Hehehe….

Engké, mun geus témbong budak angon! Ti dinya loba nu ribut, ti dapur laju salembur, ti lembur jadi sanagara! Nu barodo jaradi gélo marantuan nu garelut, dikokolotan ku budak buncireung!” (Bocah angon muncul dari dari daerah yang bergejolak karena referendum yang dipimpin gus dur) – Uga Wangsit Siliwangi
“Bumi mekkah denna lair.” – Jayabaya.

“Dia mudu marilih, pikeun hirup ka hareupna, supaya engké jagana, jembar senang sugih mukti, bisa ngadegkeun deui Pajajaran! Lain Pajajaran nu kiwari, tapi Pajajaran anu anyar, nu ngadegna digeuingkeun ku obah jaman. Di urut nagara urang, ngadeg deui karajaan. Karajaan di jeroeun karajaan jeung rajana lain teureuh Pajajaran. Papay ku dia lacak Ki Santang!” (Dirikan lagi negara baru seperti Pajajaran, karena yang sekarang ini negara fiktif karena begitusaja memproklamirkan negara diatas negara oranglain. Lagipula pemimpinnya bukan keturunan saya, tidak mau saya. Cari Kian Santang anak saya untuk menjadi raja, yaitu yang pernah hidup pula sebagai Jesus dan Parikshit). – Uga Wangsit Siliwangi.

“apeparap pangeraning prang
tan pokro anggoning nyandhang
ning iya bisa nyembadani ruwet rentenging wong sakpirang-pirang
sing padha nyembah reca ndhaplang,
cina eling seh seh kalih pinaringan sabda hiya gidrang-gidrang”
Berjuluk pangeran perang
Berpakaian seadanya tapi bisa menyempurnakan lagi kristen menjadi kristen yang sempurna
orang-orang buddhist sadar inilah yang jutaan tahun kelak akan lahirlagi sebagai Metteya Buddha
Dari sikap takut menjadi berbondong-bondong menunggu perintah perang ratu adil

“tumurune tirta brajamusti pisah kaya ngundhuh
hiya siji iki kang bisa paring pituduh
marang jarwane jangka kalaningsun”
Air brajamusti mengalir kemana-mana ditubuhnya
beginilah jika saya mengutus orang menjalankan ramalan saya

“pendhak Sura nguntapa kumara
kang wus katon nembus dosane
kadhepake ngarsaning sang kuasa
isih timur kaceluk wong tuwa
paringane Gatotkaca sayuta”
tiba suro habis semua dosanya
masih muda tapi seperti sudah tua
hartanya banyak sekali

“nglurug tanpa bala
yen menang tan ngasorake liyan
hiya iku momongane kaki Sabdopalon
sing wis adu wirang nanging kondhang”
Menyerang orang ramai sendirian saja
Saat menang tidak merendahkan musuhnya
Itulah asuhannya Semar
yang sudah diterpa masalah tapi akhirnya terkenal

___________________________________________

“Ratu adil iku kanjeng Nabi Isa putrane betara indra kang pembayun,
jumeneng ratu pinandhita tunjung putih semune pundak semungsang, kasbut
sultan herucakra. Akedaton ing tengah-tengahing bumi mataram,
kadherekake Sabda Palon lan Naya Genggong.” (“Ratu adil itu Nabi
Isa, bernama satria pinandhita satria piningit, berjuluk sultan
herucakra, putranya Yahweh/Odin/Zeus/Indra paling sulung. Tinggal di
yogyakarta saat ini, didampingi Semar dan Narada. ‘Dan ketika Ia membawa pula Anak-Nya yang sulung ke dunia, Ia berkata: ‘Semua malaikat Yahweh harus menyembah Dia.’ – Ibr 1:6 Injil”) – Jayabaya

Kelahirankembali Wild Bill Hickock, Jesus (Caesarion/Ptolemy XV), Leonardo da Vinci, Solomon, Karna, Parikshit, Kian Santang, Damarwulan.
ki ageng recently posted..Ramalan JayabayaMy Profile

Leave a Reply to Adinda Barbara Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

CommentLuv badge

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Maaf, tidak bisa begitu