Categories
kewajiban

Ramadhan Lagi, Waktunya Hitung Zakat Lagi

Zakat itu membersihkan harta kita (ibadah vertikal) sekaligus mengentaskan kemiskinan (ibadah horizontal).
Zakat itu membersihkan harta kita (ibadah vertikal) sekaligus mengentaskan kemiskinan (ibadah horizontal).

Hm, sebenarnya berzakat tidak harus pada Bulan Ramadhan. Setiap jatuh tempo (haul), di bulan apapun, harusnya kita segera berzakat. Namun, orang biasanya mengatur agar haul itu terjadi sekalian pada bulan puasa. Selain karena katanya pahalanya lebih besar, juga agar mudah mengingatnya lantaran ada momentum zakat fitrah di sini.

Zakat fitrah sendiri jumlahnya 2,7 kg bahan makanan pokok (umumnya beras). Sedangkan zakat biasa, zakat mal, zakat kekayaan, atau cukup kita sebut zakat, jumlahnya 2,5% dari total harta kita.

Islam tidak suka melihat umatnya terus menumpuk kekayaan pribadi tanpa peduli kanan-kiri. Sama seperti air yang tidak mengalir, harta yang berdiam di satu tempat dan tidak kemana-mana berpotensi membusuk, bau, dan akhirnya tidak bermanfaat bagi sekitarnya. Allah mengecamnya dengan gamblang:

“Orang-orang yang menyimpan emas-perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka beritahu mereka, bahwa mereka akan mendapat siksa yang pedih.” (Q.S. At-Taubah: 34)

Jadi kalau kita punya harta bertumpuk, pilihannya dua. Pertama, kita putar terus harta itu dalam bisnis yang halal. Kedua, bila tidak punya naluri berdagang (khawatir malah bangkrut kalau nekat berbisnis), tak apalah menumpuk harta demi masa depan, asal setiap tahun zakatnya dikeluarkan. Terutama bila kelima syarat ini terpenuhi:

(1) Harta tersebut dalam bentuk emas, perak dan uang. Yang dimaksud adalah emas dan perak yang disimpan atau untuk investasi. Sedangkan uang itu termasuk tabungan di bank, giro dan deposito.

(2) Halal. Fungsi zakat adalah untuk membersihkan harta. Namun bila sejak awal hartanya haram, ya jangan harap zakat bisa menyulapnya jadi halal. Umpamanya, uang hasil bunga bank (riba). Harta semacam ini tidak wajib dizakati. Tapi wajib disumbangkan seluruhnya untuk kemaslahatan umat, seperti pembangunan jalan, jembatan, dsb.

(3) Milik kita sepenuhnya. Bukan berstatus utang atau sedang tidak bisa diambil (dicairkan) sewaktu-waktu. Omong-omong, deposito juga tidak bisa ditarik sewaktu-waktu. Tapi kalau mau, sebenarnya kita bisa mencairkannya dengan membayar penalti. Jadi, deposito tergolong harta kita yang sempurna alias sepenuhnya.

(4) Sudah kita punyai selama setahun Hijriyah (haul). Misalnya, harta itu sudah di tangan kita sejak Ramadhan 1434 H sampai Ramadhan 1435 H. Bagaimana kalau ada tabungan yang belum setahun, di tengah tahun uang itu terpakai, atau tidak jelas sudah haul atau belum? Menurut prinsip kehati-hatian, sebaiknya dianggap sudah setahun saja. Sebab dalam zakat, lebih baik bayar lebih ketimbang bayar kurang.

(5) Sudah mencapai nisab. Dengan kata lain, harta Anda sudah senilai atau melebihi harga 85 gram emas murni atau 595 gram perak murni saat ini. Namun di Indonesia, harga perak murni rupanya kurang setara dengan emas. Jadi, disarankan menggunakan ukuran ukuran emas 24 karat saja.

Jenis harta yang tidak wajib dizakati

Salah satunya adalah harta yang dipakai sendiri dan sifatnya tidak berkembang. Misalnya, emas perhiasan (yang bukan diperdagangkan), termasuk intan, permata, berlian, tanah (yang dibiarkan saja), rumah (yang tidak dijual, dikoskan atau dikontrakkan), kendaraan yang tidak disewakan, dan sebagainya. Semua itu tidak perlu dikeluarkan zakatnya.

Simpanan-simpanan yang tidak memenuhi salah satu syarat zakat juga tidak perlu dizakati. Contohnya tabungan haji. Dalam program tabungan haji, uang yang telah disetor tidak bisa ditarik kembali, sampai hari keberangkatan ke tanah suci. Sehingga tabungan itu tergolong belum menjadi milik kita secara sempurna.

Logika yang sama juga berlaku untuk tabungan pensiun. Hanya bedanya, nasabah tabungan pensiun pada saat jatuh tempo akan memperoleh sejumlah uang. Saat itulah, hitungan haul harus dimulai. Sehingga, setahun setelah pencairan, kita wajib membayar zakatnya kalau memang memenuhi nisab. Sementara itu, selama dana pensiun belum cair, belum relevan membicarakan zakatnya.

Cara praktis menghitung zakat

Perlu dicatat, hitung-hitungan ini mengabaikan zakat profesi, yaitu zakat gaji atau penghasilan modern lainnya yang pembandingnya adalah hasil pertanian (bukan emas), yang oleh mayoritas ulama dianggap dalilnya kurang kuat. Saya juga tidak membahas zakat hasil pertanian, peternakan atau barang temuan, karena perhitungannya beda lagi.

Berikut langkah-langkah menghitung zakat mal:

  1. Kumpulkan harta Anda yang termasuk objek zakat: tabungan, deposito, emas, perak, deposit dolar di PayPal, dsb. Terutama yang sudah setahun Anda miliki. Konversikan semuanya ke dalam rupiah, lalu jumlahkan.
  2. Periksa catatan keuangan Anda. Selama setahun ke belakang, jumlahkan item-item pengeluaran di luar kebutuhan dasar*).
  3. Cari tahu harga 85 gram emas murni hari itu, misalnya di situs Antam. Taruhlah jatuhnya 47 juta. Maka bila total harta Anda mencapai nisab itu, berarti Anda sudah wajib menjadi muzakki (pemberi zakat). Lanjutkan!
  4. Jumlahkan harta #1 dan #2. Kalikan hasilnya dengan 2,5%. Itulah zakat yang harus Anda berikan ke mustahiq (delapan golongan penerima zakat) atau percayakan ke lembaga pengelola zakat.

*) Kebutuhan dasar maksudnya kebutuhan yang kalau tidak dipenuhi bisa membahayakan hidup Anda dan orang-orang yang menjadi tanggungan Anda. Contohnya makanan, air, rumah, listrik, gas, pakaian secukupnya, pembayaran utang dalam rangka memenuhi kebutuhan pokok, dan alat-alat pendukung kerja yang paling dasar.

Jadi kalau Anda berekreasi ke Batam, membeli AC, komputer tablet, atau berlangganan TV kabel, uang untuk membeli semua itu dianggap belum dizakati. Begitu pula uang yang Anda infakkan atau sedekahkan, sebanyak apapun jumlahnya, tetap tak mengurangi kewajiban zakat serupiah pun.

Bagaimana kalau tidak mampu bayar zakat?

Zakat kekayaan dikeluarkan tiap tahun, bukan sekali seumur hidup. Barangkali ini yang berkesan memberatkan. Kalau kekayaan kita berupa tabungan uang, tidak ada ceritanya kita tak mampu membayar zakatnya. Tinggal ambil saja sebagian dari uang itu dan bayarkan, beres.

Tapi kalau tabungannya berupa emas batangan?

Misalnya, kita punya emas 250 gram. Maka kita harus tunaikan zakat per tahun Rp 3,5 juta. Sangat mungkin angka itu tiap tahun naik 10-30% seiring merangkaknya harga emas. Kalau harta kita hanya emas itu, sementara saldo di bank cuma 4 juta, wah, keluarga kita bisa-bisa tidak makan!

Kita boleh menjual sebagian emas itu untuk membayar zakat, sebagai solusi. Namun kita sama-sama tahu, menjual emas simpanan itu berat sekali di hati. Terutama bila kita sengaja mengumpulkannya sedikit demi sedikit dengan tujuan kelak bisa dijual dan uangnya, misalnya, untuk membeli rumah secara tunai (sebagai ikhtiar menjauhi biaya-biaya KPR plus ribanya).

Nah, kalau merasa sayang, ya emasnya jangan dijual.

Cukup sediakan uang zakatnya. Toh jumlahnya hanya 2,5% setahun. Sementara pertumbuhan harga emas rata-rata 20% per tahun. Secara matematis, Anda masih untung 17,5% kan?

Tapi bagaimana kalau kita benar-benar bokek saat itu? Repot, memang.

Maka saran saya, siapkan saja uang zakat 2,5% sejak kita belum bokek. Menyiapkan uangnya bukan di tabungan. Sebab, tabungan nantinya perlu dizakati pula. Jadi, selain emasnya dizakati, tabungannya pun dizakati. Zakat dobel ini akan semakin memberatkan kita.

Cicillah langsung ke lembaga zakat tiap bulan. Bila perkiraan zakatnya 3,5 juta, berarti setiap bulan cukup kita “setor” 300 ribu. Pada bulan ke-12, hitung kembali dengan detail dan mempertimbangkan harga emas saat itu. Kalau akumulasi zakat yang kita angsur masih kurang dari jumlah yang seharusnya, tinggal ditambahi. Kalau lebih, mungkin diikhlaskan saja sebagai infak.

Jangan khawatir, sebagian besar ulama memperbolehkan kita mencicil zakat yang belum jatuh tempo. Dasar hukumnya, hadits Abbas RA yang menceritakan bahwa dirinya meminta izin Rasulullah untuk memajukan pembayaran zakatnya. Dan Rasulullah mengizinkan.

Namun, itu untuk kewajiban zakat pada tahun depan. Sementara zakat yang sudah jatuh tempo, para ulama sepakat, itu harus segera dibayar. Jangan sampai kita meninggal dalam keadaan berutang zakat.

Allahu’alam bishawab

Referensi

By Brahmanto Anindito

Penulis multimedia: buku, film, profil perusahaan, gim, podcast, dll. Bloger. Novelis thriller. Pendiri Warung Fiksi. Juga seorang suami dan ayah.

14 replies on “Ramadhan Lagi, Waktunya Hitung Zakat Lagi”

O, infak itu ga diitung buat ngurangin zakat, ya mas? Kirain….. Sebetulnya ‘kan sama-sama amalnya.

Beda dong. Infak itu sunah, zakat itu wajib. Infak itu nggak ada ukurannya, zakat itu jelas ukurannya. Meski kita bulan ini sudah berinfak 5 juta ke masjid, kalau zakat belum kita keluarkan, ya kita tetep harus bayar lagi dong.

Bagaimana pula dengan dalilnya yang menyatakan “anfiquu”? Sbg dalil buat zakat profesi, deposito (sbb permodalan) dsb. Itu sbg pernyataan infaq yang sunnah atau zakat yang wajib? Mhn penjelasannya???

Kalau soal ini, biar tidak salah, sebaiknya hubungi ustadz, saya mah cuma umat 🙂

Info yg sangat berguna, trims mas’e. Tapi setelah diitung-itung, ternyata suami saya belum wajib zakat. Tahun depan inshaAllah.

Nggak ada apa-apa 🙂 Hanya, dari yang saya baca, zakat profesi itu sebenarnya tidak ada di masa Rasulullah. Di masa kini, diadakan atas dasar keadilan: masa petani setiap panen diwajibkan zakat, pegawai kantoran tidak?

Tapi akhirnya, pembandingnya ke pertanian, bukan ke emas. Sehingga nggak perlu nunggu haul. Padahal kalau mau ngikut zakat pertanian ya mestinya jumlah zakatnya 5% (jika pengairannya buatan) atau 10% (jika pengairannya alami), bukan 2,5%. Dan nisabnya 652,8 kg beras, bukan 85 gram emas.

Satu hal lain tentang zakat profesi: bisa jadi Anda akan kena zakat dua kali (tumpang tindih). Saat gajian atau honoran, Anda dikenai zakat profesi. Lalu sisanya atau tabungan Anda, ketika memenuhi nisab 85 gram emas dan haul, akan wajib dizakati lagi.

Setahu saya sih begitu. Mohon maaf bila salah.

Oh ya, kalau orang biasa mengeluarkan zakat bulanan, belum tentu itu zakat profesi. Bisa jadi itu hanya usaha mencicil zakat mal yang belum haul seperti yang saya tulis di atas.

Petani adalah boss sedangkan pegaqai adalah pesuruh, ini kenapa yang terkena wajib zakat itu adalah boss bukan pesuruh..walau gaji boss di satu tempat lebih kecil dari gaji karyawan di tempat lain… contoh.. gaji boss di pertamina bisa jadi lebih kecil dari gaji boss di EXXON MOBIL dsb.
Ini analilis saya..maka boss tetap kena zakat jika sampai nishab san sempurna setahun. Sedangkan pesuruh tidak. Mhn kritik..

Maaf td ada yg silap dgn tulisan di atas, mksud sy “gaji boss di pt perta:ina bisa jadi lebih kecil dari gaji pesurug/pegawai di pt exxon mobil menimbang kurs dan pendapatan yang berbeda.”

Klo sy punya emas 90gram tahun ini sy keluarkan zakatnya. Apakah thn depan sy jg harus mengeluarkn zakatnya lagi,walaupun jumlah emasnya tdk bertmbah msh 90gr?

Hey there, I think your website might be having browser compatibility issues. When I look at your blog in Safari, it looks fine but when opening in Internet Explorer, it has some overlapping. I just wanted to give you a quick heads up! Other then that, terrific blog!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

CommentLuv badge

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Maaf, tidak bisa begitu

Index