Di suatu siang yang terik, saya berboncengan dengan seorang teman membelah Jalan Diponegoro, Surabaya. Beberapa rumah makan tampak tutup, karena saat itu bulan puasa. Tapi beberapa lainnya tetap membuka pintu, sehingga kami bisa melihat menu dan orang-orang yang sedang bersantap di dalamnya. Pemandangan biasa yang harusnya tak terlalu menggoyahkan ibadah puasa kami. Tapi, tanpa disangka, teman saya mempermasalahkan itu. “Kenapa sih mereka masih nekat berjualan? Kok nggak menghormati yang berpuasa!” katanya.