Sebagaimana kebanyakan warga Indonesia, saya adalah pemakai Bahan Bakar Minyak (BBM) PT Pertamina. Jarang sekali menggunakan bensin swasta atau asing untuk keperluan kendaraan pribadi, meskipun Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) mereka lumayan banyak di Surabaya.
Selama belasan tahun, motor kalau tidak saya isi dengan Pertamax, ya Pertalite. Tergantung tebal-tipisnya dompet saat itu, juga mana pom yang lebih pendek antreannya.
Nah, setelah harga Pertalite dan Pertamax naik pada 3 September 2022, antrean di pom Pertalite sering gila-gilaan. Makanya, sebulan terakhir ini saya tidak pernah mengisi Pertalite. Apalagi setelah beredar isu Pertalite stok sekarang cenderung lebih boros.
SPBU BP AKR: Kok Nggak Pernah Dengar?
Sudah bolak-balik saya melewati SPBU berwarna hijau yang mencolok mata ini. Logonya seperti matahari. Dugaan lugu saya, “Jangan-jangan, punyanya Muhammadiyah, nih!” Hahaha. Namun, yang tertulis malah BP.
Sekilas, saya melihat di neon box-nya, ada BP 90 (setara Pertalite), BP 92 (setara Pertamax), BP 95 (setara Pertamax Turbo), dan BP Diesel (setara Solar). Harga-harganya memang sedikit lebih mahal dari produk-produk Pertamina. Namun, peribahasa ada rupa, ada harga mendorong saya membelokkan setir ke sana.
“Yang selevel Pertamax, mana, Mas?” tanya saya ke penjaga SPBU BP pagi itu.
“Oh, ini, Kak. BP 92. Lagi ada promo, lo,” jawabnya.
“Ya sudah, saya isi 50.000, ya.”
“Baik, Kak,” ucapnya ramah. “Maaf, bisa turun, Kak?”
Oh, aturannya ternyata sama dengan di SPBU Pertamina. Saya pun turun dan menyetandar motor. Ini, setahu saya, untuk mengantisipasi jika terjadi percikan api saat pengisian BBM. Dalam keadaan terstandar dan tidak dinaiki, pengendara yang panik bisa cepat meninggalkan motor tanpa membantingnya (yang dapat membuat kebakaran bertambah fatal).
Saya mengedarkan pandangan ke sekeliling. SPBU ini bersih dan nyaman. Ada minimarket dan kios isi angin ban gratis. Yang lebih penting, saya waktu itu tidak antre, alias langsung dilayani. Padahal jam segitu, antrean di SPBU-SPBU Pertamina pada mengular!
Barangkali SPBU di bawah payung perusahaan asal Surabaya BP AKR (PT Aneka Petroindo Raya) ini sepi karena belum populer, meskipun sudah beroperasi sejak 2017. Atau, bisa juga lantaran harga yang tertera (sedikit) lebih mahal dari produk-produk Pertamina. Tidak heran. SPBU-SPBU swasta dan asing di Indonesia, kan, memang dilarang jualan BBM di bawah harga Pertamina.
Namun, biarkan harga-harga itu. Setelah mengisi di BP AKR, yang ingin saya ketahui adalah efisiensi BBM-nya. Kalau lebih mahal tetapi jatuhnya lebih hemat, tentu saya akan jadi langganan di sini!
Yuk, Kita Banding-bandingkan!
Sederhana saja, komparasi ini berdasarkan riwayat pengisian BBM saya:
- 4 September: Mengisi Pertamax 50 ribu
- 15 September: Mengisi Pertamax 50 ribu
- 23 September: Mengisi Petamax 20 ribu
- 27 September: Mengisi BP 92 50 ribu
- 11 Oktober: Mengisi BP 92 50 ribu (saat tulisan ini dibuat)
Variabel-variabel yang mempengaruhi performa BBM dibuat (kurang-lebih) sama, yaitu:
- Konteks harga: Semua pembelian dilakukan setelah harga Pertamax naik per 3 September 2022
- Oktan BBM: Research Octane Number (RON) 92
- Lokasi SPBU: Surabaya, Jawa Timur
- Kendaraan: BBM diisikan ke motor yang sama
- Jarak tempuh: Aktivitas penggunaan motor hanya wira-wiri antara sekolah anak-anak, toko, masjid, bank, atau tujuan-tujuan dekat lainnya
- Kapan harus beli: 2-3 hari setelah bensin di tangki cadangan (reserve tank) harus dipakai, alias di ambang motor mogok karena benar-benar kehabisan bensin
- Waktu pembelian: Pukul 6.15-6.45 (jam antar anak ke sekolah)
- Kuantitas pembelian: Kita ambil sampel yang Rp50.000 saja.
Tentu, variabel-variabel itu tidak sepenuhnya bisa dibuat sama. Penggunaan dua jenis BBM ini pun bergantian, tidak bersamaan.
Ingat, penelitian kecil-kecilan ini dilakukan di lapangan dan untuk aktivitas riil, bukan di laboratorium. Boleh jadi tidak ilmiah-ilmiah amat. Namun, bagi saya, rasanya sudah cukup memberi gambaran.
Oh ya, saya tidak sedang membanding-bandingkan harga per liter dua jenis BBM, ya. Yang penting performanya! Sebandingkah harga dengan kualitasnya? Apakah yang lebih murah berarti lebih irit? Apakah yang lebih mahal terbukti lebih menguras kocek? Mari kita buktikan!
Pertamax vs BP 92: Siapa Lebih Hemat?
Saat pengisian 4 September, motor mampu bertahan 11 hari. Artinya, biaya yang harus saya tanggung adalah Rp4.545/hari (Rp50.000/11 hari). Padahal, motor itu saya pakai ke luar kota (sesuatu yang jarang sekali saya lakukan dengan mengendarai motor), yaitu ke Sidoarjo, untuk mengunjungi teman saya yang anaknya baru lahir.
Inilah patokan awal performa Pertamax. Sebut saja ini Pertamax stok lama. Lantaran baru sehari dari kenaikan harga, stok ini diduga belum habis di SPBU-nya. Stok yang didatangkan setelah itu, kita sebut saja stok baru, beda lagi ceritanya.
Sekitar seminggu setelah itu, tepatnya pengisian 15 September, motor hanya mampu bertahan 8 hari. Padahal, sama-sama diisi Rp50.000. Artinya, biaya yang harus saya tanggung adalah Rp6.250/hari (Rp50.000/8 hari).
Sekadar informasi, pada periode itu, pemakaian motornya normal. Kalau sampai ada perjalanan ke luar kota seperti sebelumnya, pasti kurang dari 8 hari sudah habis.
Maka tidak heran kalau saya mulai percaya kebenaran isu “Pertalite yang sekarang lebih boros”. Karena menurut hitung-hitungan saya, itu juga terjadi pada Pertamax. Stok barunya memang lebih boros!
Jadi, bukan hanya harganya naik, tetapi performanya juga turun. Ini ibarat membeli semangkuk bakso yang sebelumnya Rp10.000 dapat 3 pentol ukuran sedang. Sekarang? Sudah harganya naik jadi Rp14.000, tiga pentolnya menyusut pula jadi ukuran kecil!
Nah, mari sekarang kita tengok performa BP 92 yang saya isi pada 27 September, sebesar 50.000. Motor saya ternyata mampu bertahan selama 14 hari. Artinya, biaya yang saya keluarkan hanya Rp3.571/hari (Rp50.000/14 hari).
Kesimpulan Perbandingan Pertamax dan BP 92
Jangan jadikan daftar harga di SPBU sebagai patokan. Jangan terkecoh mahal-murah per liternya! Perlu dibuktikan dulu performa BBM itu di lapangan. Karena bila yang dicari adalah efisiensinya, elemen harga itu menjadi kurang relevan.
Nah, saya sudah melakukan penelitian kecil-kecilan soal itu. Begini kesimpulannya:
- BP 92 jauh lebih hemat dibanding Pertamax. Jika saya menggunakan Pertamax (stok baru), pengeluaran BBM saya Rp6.250/hari. Sedangkan jika saya menggunakan BP 92, pengeluaran BBM saya jadi Rp3.571/hari.
- Sepertinya, memang ada perubahan komposisi Pertamax stok lama dan stok baru. Stok baru lebih boros. Jadi dugaan Pertalite yang baru lebih boros bisa jadi juga benar. Meskipun, temuan-temuan ini masih perlu didalami.
Tidak terlepas kemungkinan, ke depannya, Pertamina mau memperbaiki komposisi Pertamax agar tidak mudah “menguap”, sehingga lebih hemat bagi penggunanya. Siapa tahu juga, Pertamina mau menurunkan harganya sehingga jauh lebih murah dari BBM-BBM RON 92 milik swasta atau asing.
Namun, selama “siapa tahu” itu belum ada tanda-tanda terjadi, saya akan terus menggunakan BP 92 (atau BBM-BBM swasta lain) untuk motor saya, alih-alih Pertamax. Apa boleh buat, saya adalah rakyat kecil yang butuh melakukan penghematan demi kelangsungan hidup keluarga. Apalagi kata para pakar ekonomi, amit-amit semoga saja tidak terbukti, resesi yang hitam pekat akan terjadi pada 2023.