Categories
kesehatan

Meminimalkan Dampak Pandemi Korona bagi Penulis

COVID-19 menjadi buah bibir selama berbulan-bulan. Memang, “daya rusak” virus ini begitu masif. Profesi penulis pun terimbas. Bagaimana mengantisipasinya?

Meminimalkan Dampak Pandemi Korona bagi Penulis

Tiga bulan lebih, virus korona mewabah di Indonesia. Grafiknya sampai sekarang belum turun. Namun, pemerintah sudah buru-buru melonggarkan karantina di beberapa kota.

Mau bagaimana lagi? Masalahnya, wabah ini bukan lagi merusak kesehatan penderitanya, tetapi juga mulai menghancurkan ekonomi kita. Jika karantina tetap diterapkan secara kaku, saya yakin, banyak profesi dan industri yang akan bertumbangan.

Apakah penulis termasuk? Jelas. Namun, seberapa parah? Dan bagaimana prosedur The New Normal alias Tata Normal Baru untuk profesi penulis yang saya sarankan selama pandemi ini masih bercokol?

Yuk, kita urai satu per satu.

Penulis pun Terimbas Wabah Korona

Biasanya, industri yang terimbas paling parah oleh wabah korona itu yang memenuhi minimal satu di antara ketiga ciri ini:

  • Butuh tatap muka dengan pembeli. Contohnya, pedagang kaki lima, lapak fesyen retail, jualan properti yang harus ketemuan untuk melihat lokasinya. Nah, biasanya orang menahan diri untuk tidak membeli dulu, kalau tidak terlalu mendesak.
  • Melibatkan kerumunan tetapi tidak memungkinkan untuk social distancing. Misalnya, pabrik, universitas, sekolah, transportasi masal, atau bahkan ojek. Kena dampak semua itu.
  • Ada fixed cost yang besar. Seperti hotel, kebun binatang, museum, sarana-sarana wisata. Kebun binatang itu, selain harus menggaji stafnya, juga tetap harus memberi makan satwa-satwanya, tidak peduli tempatnya sudah ditutup, sehingga tidak memungkinkan ada penghasilan dari penjualan tiket.

Penulis tidak memenuhi ketiga ciri itu. Butuh tatap muka atau salama dengan pembaca? Jelas tidak. Melibatkan kerumunan? Justru, (sebagian) penulis tidak bisa menulis di tengah keramaian. Ada fixed cost yang besar? Tidak ada. Modal menulis hanya laptop atau ponsel pintar. Kalaupun ada biaya besar, seperti liputan atau riset ke luar kota atau mancanegara, itu hitungannya variable cost, bukan fixed cost. Tidak setiap hari, pengeluarannya sebesar itu, bukan?

Maka, berdasarkan pengalaman saya, wabah korona tidak terlalu berpengaruh bagi profesi penulis. Bisa dibilang, imbas langsungnya tidak ada. Namun, karena kita berada di negara yang sama, pasti terkena juga imbas tak langsungnya.

Teman-teman saya di media sosial (medsos) ada yang mengeluh royaltinya belum ditransfer oleh penerbit, honornya tidak dibayar tepat waktu oleh media, skenarionya batal difilmkan lantaran situasi belum kondusif.

Namun, sisi terangnya, periode praproduksi dari perfilman jadi lebih panjang. Sehingga, skenario itu dapat digarap dengan lebih teliti dan berkualitas. Sejauh ini, penulis skenario jarang diberi waktu yang panjang. Penulisnya seringnya kebut-kebutan melawan tenggat, karena produksinya kejar tayang.

Di luar itu, karena pandemi banyak berdampak pada ekonomi masyarakat, orang cenderung menahan diri untuk membayar penulis. Itu efek domino yang tak terhindarkan. Mereka lebih memprioritaskan membayar tagihan-tagihan dan kebutuhan dasar untuk keluarga masing-masing.

Jadi, dampak korona memang tidak langsung memukul penulis, Namun, memukul calon-calon klien penulisan, dan ujung-ujungnya terkena penulisnya juga. Order jadi sepi.

Itu saya, sih. Entah penulis-penulis yang lain.

Namun, sesepi-sepinya pesanan, tetap ada hikmah yang dapat diambil. Misalnya, ini adalah waktu yang tepat untuk mengerjakan proyek-proyek pribadi yang telah lama terbengkelai. Misalnya, menulis buku, membenahi weblog (blog), podcast, atau YouTube. Mumpung banyak waktu luang.

Barangkali kegiatan-kegiatan itu tetap tidak menghasilkan uang, tetapi bagus untuk membangun brand kita sebagai penulis. Secara jangka menengah dan panjang, ini jelas aktivitas yang bermanfaat.

The New Normal for Writer

Problemnya, bagaimana menjaga diri tetap sehat dan semangat di masa pandemik korona ini? Tidak ada satu resep yang tokcer. Bahkan, tidak ada jaminan. Namun setidaknya, kita bisa berusaha dengan menjalankan beberapa tatanan normal baru bagi penulis ini:

  1. Patuhi anjuran dokter. Misalnya, rajin cuci tangan dengan sabun, jaga jarak minimal satu meter dengan orang luar, kenakan masker sewaktu keluar rumah, tidak keluar rumah jika tidak berhubungan dengan kelangsungan hidup kita. Seandainya harus pergi, sampai rumah segeralah mandi dan ganti semua pakaian. Oh ya, penting juga berjemur pada pagi hari untuk meningkatkan kekebalan tubuh, makan makanan bergizi, minum minimal dua liter air per hari, cukup olahraga dan tidur.
  2. Bekerja dari rumah saja. Kalau sebagai pegawai, silakan bernegosiasi dengan atasan untuk tetap bekerja di rumah, dengan komitmen untuk memenuhi tenggat dan ponsel selalu siap dihubungi selama jam kerja. Atau bila kita penulis lepas, tinggal cari peluang-peluang penulisan yang tidak memerlukan tatap muka. Contohnya, jadi penulis konten, cerpenis, kolumnis yang rajin mengirim opini ke media, penulis buku untuk penerbit, meskipun bisnis penerbitan dan media konvensional sepertinya sedang lesu. InsyaAllah, banyak industri atau individu yang membutuhkan penulis.
  3. Pastikan alat kerja steril. Percuma saja mengenakan masker, cuci tangan seratus kali sehari, jaga jarak dengan orang asing sampai sepuluh meter, jika setiap keluar rumah sering main ponsel atau laptop kerja. Virus korona memang tidak dapat menular melalui benda mati, tetapi menurut banyak penelitian, bisa bertahan di benda mati selama berjam-jam hingga lima hari. Bayangkan jika ada seekor virus menempel di alat kerja kita. Lalu, kita bawa membawanya pulang dan kita pakai kerja. Itu sama dengan memasukkan kuda troya ke benteng pertahanan terakhir kita. Walaupun kasus orang terjangkit korona gara-gara benda mati sejauh ini sangat sedikit, mencegah selalu lebih baik dari mengobati, kan? Cara saya mencegah, setiap barang dari luar tidak langsung masuk rumah. Harus digosok sabun, dijemur, atau dibasuh dulu semua permukaannya dengan lap yang sudah dibasahi alkohol 70%. Untuk barang elektronik, hati-hati, cairan alkoholnya jangan sampai masuk ke bagian dalam, karena bisa menyebabkan korslet. Makanya, lap harus diperas sampai tidak menetes.
  4. Mulai biasakan membaca e-book atau e-magazine. Sekali lagi, buku, koran, atau majalah fisik berpotensi dihinggapi bakteri, virus, mikroorganisme, atau minimal debu yang pada sebagian orang bisa menyebabkan asma. Siapa tahu, ada penderita Covid-19 yang menyentuh, bahkan batuk atau bersin dan droplet alias percikannya menempel di sana. Makanya, daripada beli buku di toko, di kios, atau bahkan di lapak daring, belilah e-book di Google Play Store, Amazon, Gramedia Digital, atau lainnya. Daripada meminjam buku di perpustakaan, pinjamlah e-book dari perpustakaan digital seperti iPusnas. Baca gratis atau beli buku bermutu juga bisa lewat platform seperti Kwikku, Storial, dan lain-lain. Daripada langganan koran atau majalah kertas, langgananlah versi digitalnya. Atau gampangnya, biasakan baca berita di portal-portal media. Selain meminimalkan risiko tertular penyakit, beralih ke bacaan digital juga lebih murah, praktis, dan menghemat produksi kertas, yang artinya meyelamatkan bumi juga secara jangka panjangnya.
  5. Tetap bahagia. Terkurung di rumah itu membosankan. Namun, seseorang yang kreatif pasti mampu menemukan banyak cara untuk menghibur diri. Bukankah penulis memiliki stok imajinasi dan kreativitas yang berlimpah? Selain hiburan, bagi sebagian orang, bahagia juga dapat diperoleh dengan mendekatkan diri kepada sang Khalik. Batin bisa menjadi lebih tenang, ikhlas, dan bersyukur dengan meningkatkan kualitas serta kuantitas ibadah.

Terakhir, saya berharap semoga kita dan keluarga kita sehat semuanya, dapat selamat dari cobaan global bernama pandemi korona ini. Sehat tubuhnya, sehat mentalnya, juga sehat dompetnya. Amin.

Ingin mendengarkan artikel ini sambil menyetir, berolahraga, atau beraktivitas lainnya? Simak saja podcast-nya:

By Brahmanto Anindito

Penulis multimedia: buku, film, profil perusahaan, gim, podcast, dll. Bloger. Novelis thriller. Pendiri Warung Fiksi. Juga seorang suami dan ayah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

CommentLuv badge

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Maaf, tidak bisa begitu

Index