Dalam Game of Thrones musim 5 episode 2 dan 3, ada adegan Arya Stark membuang benda-bendanya di Sungai Trident, di depan House of Black and White, Braavos. Itu karena mentornya, Jaqen H’ghar, menyuruhnya untuk menjadi nobody dan melepaskan semua hal terkait dengan identitas terdahulunya.
Pertanyaannya, mengapa harus dibuang ke sungai, ya? Apakah karena memang begitulah orang jadul berpikir?
Anak kelahiran lebih lama dari 90-an mungkin familier dengan anjuran tidak resmi untuk membuang sampah di sungai, kali, atau selokan. Langkah praktis! Sampah hilang, halaman rumah kita pun tetap bersih. Hore!
Sebagian orang masih melakukan kebiasaan konyol ini. Terutama bagi mereka yang tinggal atau punya stan (usaha) di sekitar bantaran sungai atau kali. Buktinya, sungai-sungai atau selokan-selokan di Indonesia jarang sekali terlihat bersih dan mengalir. Sebaliknya, sampah-sampah sering tampak mengambang di sana.
Di sisi lain, ada pula tradisi larung samudra atau larung sesaji. Aneka makanan atau bunga dilarung ke laut. Sebagian mengatakan, itu sebagai rasa syukur, agar tuhan suka dan tidak mendatangkan bala. Tradisi ini masih lestari sampai sekarang.
Orang-orang “modern” juga melakukan hal serupa untuk tujuan yang berbeda. Misalnya, membuang sampah ke laut, mengalirkan limbah ke laut, dan sebagainya.
Apa mereka kira laut dan sungai akan segera melumat semua “pemberian” itu sampai habis? Jelas tidak! Yang ada, laut dan sungai itu tercemar.
Walaupun laut itu amat luas, bagi hewan-hewan yang tinggal di dalamnya, masuknya benda-benda asing sangat mengganggu mereka. Apalagi bila benda-benda itu busuk dan beracun. Ini hampir sama seperti jika tetangga Anda tiba-tiba membuang sesuatu ke pekarangan Anda. Bagaimana perasaan Anda?
Sebagian barang itu memang akan terurai secara alami di dalam air. Namun, sebagian lainnya akan tetap seperti itu selama belasan, puluhan, bahkan ratusan tahun.
Lucu sekali. Tahun 2024 sudah hampir berakhir. Namun, mengapa kesadaran orang-orang terhadap lingkungan masih sama dengan saat saya SD dahulu? Bijaklah, Kawan. Berhentilah menganggap laut, sungai, dan selokan sebagai tempat sampah. Dan kurangilah menyampah.
Berikut ini tiga hal sederhana yang bisa kita lakukan untuk mengurangi sampah:
- Utamakan membersihkan diri dengan air, daripada tisu. Pikirkan pohon-pohon yang ditebang dan limbah pabrik yang dihasilkan untuk memproduksi tisu tersebut. Pikirkan pula tumpukan sampah tisu-tisu bekas pakai. Sebaliknya, air sisa kita selalu akan kembali ke bumi. Hampir tidak ada masalah yang berarti. Bumi jauh lebih mudah mendaur ulang air ketimbang tisu.
- Utamakan membaca e-book atau platform penulisan, alih-alih buku fisik. Pikirkan pohon yang harus ditebang untuk kertasnya dan sampah plastik untuk membungkus bukunya.
- Jangan suka gonta-ganti motor, mobil, gawai, atau alat-alat elektronik lainnya. Anda orang kaya, uang tidak masalah buat Anda. Oke, saya paham. Namun, makin sering Anda membeli barang semacam itu, makin banyak sampah yang menggunung kelak. Dan sampah-sampah elektronik lebih berbahaya bagi lingkungan. Jadi, selama mungkin, tahan keinginan untuk membeli yang baru.
Ingat, tidak semua sampah dapat didaur ulang atau dikelola. Sampah-sampah yang gagal dikelola, ujung-ujungnya harus dibuang ke suatu tempat. Ketika sampah ini sudah demikian menggunung dan lahan kosong di darat sudah makin sempit, ke mana lagi kita akan membuangnya selain ke laut?
“Santai saja. Laut itu begitu luas dan dalam,” dalih orang-orang yang egois dan tidak berpikir panjang.