Categories
bisnis

Mengurai Strategi Doremi Pizza

Gurih dan legitnya bisnis pizza
Gurih dan legitnya bisnis pizza

Tergoda berbisnis pizza tapi modal pas-pasan? Rasanya tidak bijak mengintip strategi pemain-pemain papan atas seperti Pizza Hut atau Papa Ron’s. Tengok saja kisah sukses Doremi Pizza. Cukup dengan 2-7 karyawan di tiap gerainya, Doremi sudah bisa membukukan 40-50 transaksi per harinya.

Modal awal M. Fathony, sang Pendiri Doremi Pizza, hanya pengalaman. Lelaki berbadan subur ini sempat lama bekerja di Bagian Pelatihan California Fried Chicken (dulu ada menu California Pizza). Dari sanalah Fathony banyak menimba ilmu tentang bahan-bahan pizza, termasuk bagaimana membuat dan memasarkannya.

Lalu pada 2005, Fathony mulai berani membuka gerai berbendera “Doremi Pizza” di Tropodo (Sidoarjo). Bahkan dia nekat langsung mewaralabakannya ke seorang teman, meski tidak tahu apa-apa soal franchising. Hasilnya bisa ditebak, gerai waralaba yang dikelola temannya itu tidak berkembang. Fathony segera melakukan evaluasi. Dia lantas memutuskan untuk mundur sebentar dan mematangkan konsepnya.

Barulah setahun berikutnya, Doremi sedikit demi sedikit mulai beranak pinak secara sehat. Pelanggan mulai berbondong. Para peminat waralaba juga mulai memercayainya.

Maka di kota-kota semacam Lumajang, Surabaya, Jember, Probolinggo, dan beberapa kabupaten lain di Jawa Timur saat ini sudah bisa kita lihat gerai-gerai Doremi bermunculan. Total ada 20 gerai yang masing-masingnya mengusung sembilan menu pizza utama.

M. Fathony (Doremi Pizza)
M. Fathony (Doremi Pizza). Photo by Brahm.

Di Surabaya sendiri, bendera Doremi berkibar di Manukan, Ampel, Ploso, Tenggilis, Ketintang, Nginden, Siwalankerto, dan beberapa wilayah lainnya. Ada juga mini restaurant-nya di Royal Plaza.

Hanya, Fathony akhirnya menerapkan batasan bagi calon franchisees-nya. Untuk kelas kabupaten, tidak boleh ada lebih dari satu gerai. Sementara di tingkat kota (selain Surabaya), tidak boleh ada lebih dari dua. “Yah, untuk menghindari kanibalisasi saja. Karena yang selama ini terjadi, waralaba dibiarkan bebas berkembang, tidak terkontrol dengan baik. Akibatnya, satu merek bisa bersaing dengan merek yang sama,” terang Fathony.

Itu jelas inefisiensi. Kendati menurut Fathony, kue yang diperebutkan dalam bisnis pizza sebenarnya masih cukup besar. Terutama bila segmennya sudah terspesifikasi. Sekadar catatan, Doremi sendiri menyasar ke kelas menengah-bawah.

Namun, “Di daerah yang belum ada pemain pizza yang lumayan mapan seperti Jember, jangkauan segmen kami adalah keseluruhan, termasuk level atas. Namun bila nanti ada pemain besar di situ, maka kami cenderung memosisikan diri kembali buat kalangan menengah ke bawah.”

Bila ditinjau dari usia, sebanyak 75% pelanggan Doremi Pizza terdiri dari anak-anak sampai remaja. Fathony menebak, kalangan muda menggemari produk Doremi lantaran rasanya lebih manis, sementara pizza-pizza lainnya cenderung asin.

“Roti kami pun lebih empuk dan tahan lama,” ujarnya setengah berpromosi. Pizza Doremi juga bisa dibilang murah. Harganya berkisar 4.000 sampai 30.000 rupiah. Wajar saja, karena produk PT Nusafood ini berbahan lokal secara keseluruhan. Begitu pula peralatannya, tak satu pun yang impor.

Tidak takut dengan pemain-pemain lama yang bermodal besar? “Saat ini, saya lebih sibuk berkompetisi dengan diri sendiri saja. Saya tidak mengganggap para pemain lama itu kompetitor. Kelasnya kan beda. Lagipula kalau mereka gencar beriklan, misalnya di televisi, popularitas pizza sendiri akan semakin terangkat. Dari situ bisnis saya ikut terbantu. Kan masyarakat bawah jadi semakin mengenal pizza,” jelas Fathony santai.

Kemudian, ketika masyarakat bawah kian akrab dengan makanan pizza, sedangkan resto pizza cenderung menyuguhkan menu yang tak terjangkau oleh mereka, kemana lagi mereka lari selain ke konter pizza menengah-bawah?

Di sisi lain, pemain-pemain kuat di bisnis pizza jarang sekali mau membuka cabang di lokasi “pinggiran”. Peluang inilah yang kemudian disambar Fathony. “Beberapa orang tidak mau jauh-jauh hanya untuk beli pizza. Bila di perumahannya ada gerai pizza, kenapa harus capek-capek pergi jauh?”

Fathony sengaja mengarahkan Doremi untuk mendekat ke perumahan-perumahan. Basis konsumennya memang di tempat-tempat lokal. Itu strateginya.

Nilai investasi Doremi Pizza

Tertarik untuk berbisnis pizza di bawah Doremi Pizza? Mari kita tengok hitung-hitungannya. Analisis keuangan ini berlaku untuk konter statis senilai 20 juta rupiah.

PEMASUKAN

Penjualan per hari 300.000
Biaya produksi 165.000
Laba kotor 135.000per bulan (30 hari beroperasi) = 4.050.000 rupiah

PENGELUARAN

Gaji 2 karyawan 1.000.000
Sewa tempat 500.000
Gas 150.000
Royalty fee 270.000
Biaya lain-lain 200.000
Total biaya 2.120.000 rupiah
Laba bersih (per bulan) = Laba Kotor Bulanan – Total Biaya Bulanan
= 4.050.000 – 2.120.000
= 1.930.000 rupiah/bulan
Return of Investment (ROI) = Modal/Laba Bersih Bulanan= 20.000.000/1,930,000= 10,3 bulan
BEP (balik modal) akan tercapai dalam 10 atau 11 bulan.
Salah satu gerai Doremi Pizza
Salah satu gerai Doremi Pizza

Angka di atas hanyalah rata-rata. Bisa saja angka sebenarnya lebih kecil atau lebih besar. Sebagai contoh, gerai Ampel (Surabaya) setiap harinya beromzet satu jutaan rupiah. Namun, gerai Bratang (juga di Surabaya) justru sepi. “Mungkin di sana daya beli masyarakatnya terlalu rendah,” duga Fathony. Jadi akhirnya, gerai yang kran uangnya macet itu direlokasi.

“Biasanya, cocok-tidaknya suatu tempat terbaca dalam dua bulan operasi. Kalau dalam periode tersebut tetap tidak bisa optimal, ya pindah saja. Toh masa sewa konter biasanya bulanan, sehingga pindah lokasi takkan terlalu merugikan. Kecuali, mini restaurant seperti di Royal yang sewa per tahunnya 20 jutaan. Itu memang sewanya minimal setahun. Untuk kasus ini, pertimbangan bisnis harus lebih matang,” wanti-wanti pria yang sudah berhenti bekerja dan memutuskan total di jalur bisnis makanan-minuman ini.

Sebagai penutup, Fathony berbagi tips bagi yang ingin berbisnis pizza, baik melalui waralabanya maupun menciptakan merek baru. “Pizza itu harus bisa diterima masyarakat, entah dari rasanya atau harganya. Selama ada hal-hal yang melebihi kompetitor, saya pikir bisnis pizza itu bakal bisa berjalan. Setelah itu, masalah lokasi. Kami, di Doremi Pizza, benar-benar ketat soal pemilihan lokasi. Tak segan-segan kami menolak bekerja sama bila merasa kurang sreg dengan lokasi yang diajukan calon franchisee.”

By Brahmanto Anindito

Penulis multimedia: buku, film, profil perusahaan, gim, podcast, dll. Bloger. Novelis thriller. Pendiri Warung Fiksi. Juga seorang suami dan ayah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

CommentLuv badge

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Maaf, tidak bisa begitu