Sewaktu pertama melihat poster Pameran Alutsista TNI di beranda media sosial, saya langsung memutuskan datang. Ini hajatan Universitas Airlangga (Unair) bekerja sama dengan TNI, khususnya Kodam V/Brawijaya. Acara berkaitan rangkaian Dies Natalis itu digelar di pelataran Gedung Rektorat, Kampus C Unair, selama 5-6 September.
Saya mengemban misi ganda di sini. Selain ingin melihat perkembangan alat utama sistem senjata atau alutsista terbaru TNI (sebagai bahan meneruskan Novel Tiga Sandera Terakhir), saya juga hendak mengenalkan anak kepada atmosfer militer, dalam rangka mendeteksi minatnya.
Yang namanya tertarik di dunia militer bukan berarti harus jadi tentara. Peluang di ranah ini banyak, seperti menjadi staf sipil di dinas-dinas pertahanan dan keamanan, intelijen, perancang strategi, pengurai sandi, ahli telematika khusus perang, perakit mesin tank, peneliti roket, rudal, arsitek, dan sejumlah profesi lainnya. Jadi, peminatan ini nanti perlu dikerucutkan lagi.
Memang, rasanya terlalu dini untuk menggali minat, apalagi potensi, anak yang masih batita. Namun menurut Ayah Edy, tidak ada salahnya berusaha mendeteksi passion murni dari si buah hati sedini mungkin. Semakin dini, semakin efisien biaya pendidikan dan pelatihannya nanti. Lagipula, saat remaja kelak, keinginan anak kemungkinan besar sudah tidak murni lagi. Sudah terkontaminasi oleh pengaruh orang lain di sekelilingnya.
Memasuki area pameran, kami disambut oleh Tank Leopard, Scorpion, Marder, Anoa, Stormer, Komodo, juga Panser Anoa, Panhard, Tarantula, serta berbagai macam senapan serbu, peluncur rudal, senapan antipesawat, dan artileri-artileri lainnya.
Kiara sudah langsung menunjuk-nunjuk dan minta naik. Mungkin gara-gara melihat banyak anak yang juga bermain-main di atas kendaraan-kendaraan perang itu.
Ya, banyak sekali yang mengunjungi Pameran Alutsista TNI ini. Sampai-sampai, sulit rasanya bisa berfoto tanpa ada orang lain dalam frame. Jangankan berfoto, mendapat kesempatan naik kendaraan-kendaraan gahar itu saja harus antre atau berebutan. Maklum, pameran yang terbuka untuk umum ini diadakan pada Sabtu dan Minggu. Jelas saja membludak.
Kami harus berkeliling mencari stand yang agak sepi sekadar untuk ber-selfie. Lokasi stand-stand tersebut tersebar di halaman Gedung Rektorat, dan dalam gedung (produk-produk Pindad, drone, dll. digelar di dalam).
Selain memamerkan alat-alat perang, teknologi militer terbaru milik TNI, kendaraan taktis (rantis), dan kendaraan tempur (ranpur), ternyata ada pula panggung besar lengkap dengan sofa-sofa di bagian depan dan kursi-kursi penonton di belakangnya. Para performers yang sedang dan akan tampil di sana merupakan gabungan dari prajurit TNI, mahasiswa Unair, dan artis lokal.
Beberapa menit setelah kami datang sore itu, acara dibuka dengan pentas tari dari sebuah sekolah di Banyuwangi. Dilanjutkan dengan atraksi yongmoodo dari Batalyon Infanteri (Yonif) Malang yang menamakan diri Marabunta (semut merah). Yongmoodo sendiri adalah beladiri khas militer yang berasal dari Korea.
Setelah gerakan-gerakan pemanasan dan senam, para prajurit Marabunta itu kemudian menggelar drama action. Hm, mulai menarik….
Namun, sial bagi saya, memori di ponsel habis setelah menyuting pemanasan dan senam yang sebenarnya kurang menarik tadi. Sementara, batere ponsel istri saya sudah sekarat. Saya menyesal telah meremehkan acara ini dengan tidak membawa kamera, tidak men-charge penuh ponsel dan tidak mengosongkan memorinya terlebih dahulu. Akibatnya, atraksi itu tidak kami syuting dan tidak kami foto.
Dalam lakon tersebut, tiga pemuda mabuk memalak seorang pemuda. Tapi, mereka memalak orang yang salah. Terjadilah perkelahian. Seru sekali! Seperti menonton adegan-adegan film The Raid. Hanya, yang ini tersaji tanpa media screen.
Beberapa lama menyaksikan drama yang keras itu, Kiara mulai menempel saya. Memegang bahu saya erat. Mungkin, dia takut. Mungkin juga belum terbiasa menonton yang seperti ini. Syukurlah. Karena, saya justru akan kepikiran kalau anak saya girang melihat orang memukuli orang lain.
Bagaimanapun, semasa Kiara dalam kandungan, kami sempat mengajaknya menonton di bioskop setidaknya tiga kali. Yaitu untuk film The Dark Knight Rises, Expendables 2, dan The Raid. Harusnya, dia sudah terbiasa dengan gebak-gebuk dalam konteks fiksi semacam ini kan, hehehe….
Tapi, jangankan Kiara. Banyak kok hadirin, terutama ibu-ibu, yang malah jejeritan menyaksikan aksi panggung prajurit-prajurit itu. Memang keren dan realistis adegan tarungnya!
Saya jadi berpikir, jika alutsista dan beladiri tentara-tentara biasa sudah garang begini, apalagi tentara elite-nya, ya!
Sekadar catatan, tidak ada Kopassus atau pasukan-pasukan elite lainnya dalam pameran ini. Yang hadir adalah Kodam, Kostrad, Angkatan Udara dan Angkatan Laut. Maaf, dua matra yang terakhir saya sebut itu tidak saya ketahui persis apa kesatuannya.
Kembali lagi ke Kiara. Bagaimana reaksinya sepanjang pameran bertajuk “Satu Hati, Satu Cinta, TNI untuk Indonesia” ini? Apakah dia tampak tertarik? Ya, antusias! Bahkan, sepulang dari pameran, tak henti-hentinya dia bercerita tentang apa yang dilihatnya ke semua orang rumah.
Tentu, ini belum bisa dipakai untuk menyimpulkan apa-apa tentang passion dan minatnya. Masih banyak waktu sebelum menuju kesimpulan itu. Jadi, mari kita ajak dia ke tempat-tempat yang lain dulu. Siapa tahu ada bidang lain yang membuatnya jauh lebih antusias.