Sejak Februari 2020, kedua laptop saya kompak rusak. Musibah kecil ini memaksa saya bekerja hanya dengan ponsel, selama kurang-lebih tiga bulan. Kenapa tidak diservis laptopnya? Selain karena kantor-kantor sedang tutup, atau setidaknya setengah buka, sehingga diprediksi tukang servis pun sulit mendapatkan suku cadang di saat pandemi dan karantina wilayah (PSBB), juga ada masalah keuangan di pihak saya, hehehe.
Untunglah, bantuan yang tidak disangka-sangka tiba…
Berkat pertolongan finansial dari klien, saya bisa membeli laptop. Namun, saya tetap akan menyervis kedua laptop yang rusak, karena kalau dijual sebagai laptop bekas atau rusak, masing-masing hanya dihargai maksimal 400.000. Sungguh, saya tidak rela dan tidak tega!
Kembali ke laptop, eh, topik utama. Jadi, apa yang Anda lakukan bila hendak membeli laptop, netbook, notebook, komputer jinjing, komputer lipat, atau hibrid (perkawinan antara laptop dan komputer tablet)? Terutama bila Anda adalah pengguna yang gagap teknologi alias gaptek?
Satu hal yang pasti, Anda tidak perlu menanyai teman-teman di media sosial, “Saya mau beli laptop baru. Kalian punya rekomendasi, nggak?” Pertanyaan semacam itu tidak ada gunanya. Mengapa?
- Setiap orang pasti merekomendasikan merek favoritnya sendiri. Belum tentu Anda menyukai merek itu.
- Mereka akan menggunakan standar kantong atau gengsinya sendiri dalam memberi saran. Padahal, yang tahu kemampuan dan kebutuhan Anda adalah Anda sendiri.
- Ada juga kemungkinan mereka memberi saran yang begitu teknis. Sehingga bukannya mendapat pencerahan, Anda malah kebingungan.
Daripada bertanya-tanya begitu, jauh lebih cepat dan praktis bila Anda mengikuti kelima langkah sederhana tetapi efektif ini:
(1) Ketahui Peruntukan Laptop
Dengan mengetahui akan dipakai untuk apa laptop ini, Anda akan memperoleh petunjuk spesifikasi yang dibutuhkan. Apa pekerjaan Anda? Apa saja program yang diperlukan untuk pekerjaan atau aktivitas sehari-hari? Juga, apa hiburan Anda? Film? Gim? Atau aplikasi-aplikasi tertentu?
Katakanlah Anda tidak perlu bermain gim-gim berat, sehingga lebih condong memilih prosesor Intel, alih-alih AMD (yang sebenarnya lebih murah), maka berikut ini kurang-lebih patokan minimal setiap kebutuhan:
- Menulis: Tipe prosesor terserah, RAM 2 GB, harddisk 320 GB
- Mengedit gambar/presentasi: Prosesor Core i3, RAM 2 GB, harddisk 320 GB
- Mengedit audio dan video sederhana: Prosesor Core i3, RAM 4 GB, harddisk 512 GB
- Mengedit video panjang: Prosesor Core i5, RAM 8 GB, harddisk 1 TB
Karena saya sendiri adalah penulis multimedia, yang terkadang perlu membuat podcast dan video sederhana (durasi kurang dari 20 menit dan minim special effect), maka saya cukup memilih paket spek yang ketiga: Core i3, RAM 4 GB, dan harddisk 512 GB.
(2) Putuskan Merek Incaran Anda
Tidak bisa dipungkiri, beberapa orang memilih laptop berdasarkan mereknya. Alasannya, mulai dari yang rasional sampai yang emosional. Misalnya:
- Kualitas produk memang terbukti. Ada yang mengatakan, laptop-laptop produk Apple (Macbook) masih berfungsi prima meskipun usianya sudah sepuluh tahun. Klaim itu mungkin benar, karena harga Mac jauh lebih mahal dari merek-merek lain. Logikanya, tidak mungkin brand ini dapat bertahan lama bila harga tidak sebanding dengan kualitas, bukan?
- Ketersediaan service center di sekitar. Dengan begitu, seorang konsumen takkan repot mencari tempat servis resmi atau suku cadang jika terjadi sesuatu terhadap laptopnya.
- Selalu beruntung dengan merek tertentu. Seorang teman cinta mati dengan ASUS, karena menurutnya laptop dari Taiwan itu bandel, jarang sekali bermasalah, tidak seperti merek-merek lainnya. Saya sendiri belum punya merek favorit. Saya pernah memiliki laptop Acer, HP, ASUS, dan Lenovo, masing-masing selama beberapa tahun. Toh di mata saya, masing-masing memiliki plus dan minus.
- Tuntutan profesi. Misalnya, sebuah merek membayar seseorang sebagai brand ambassador, influencer, atau buzzer. Mau tidak mau, dia harus memakai dan memuji-muji merek tersebut. Benar, kan?
- Boikot atau tidak suka dengan negara produsen laptop. Misalnya, si A membenci Amerika, maka dia akan memilih merek apapun selain Apple, Dell, HP, dan lain-lain. Si B tidak suka dengan Cina, maka dia tidak akan melirik Lenovo, Huawei, dan sebagainya. Ya, preferensi memilih laptop semacam ini juga ada.
Hak Anda untuk fanatik atau membenci merek tertentu. Prinsipnya, silakan memilih merek yang Anda nyaman menggunakannya, secara fisik maupun mental.
(3) Belilah Laptop melalui Internet demi Efisiensi
Sebenarnya, terserah Anda mau beli di mana. Namun, saya sarankan untuk membeli secara online atau daring saja, bahkan seandainya wabah korona sudah hilang. Mengapa? Karena toko daring biasanya lebih lengkap dan banyak pilihannya. Bagi kita pun, membeli via internet lebih hemat tenaga.
Mendatangi toko-toko komputer pasti melelahkan, apalagi jika tokonya jauh. Lelah kakinya, karena harus berjalan dari satu tempat ke tempat lain. Lelah mulutnya, karena harus terus bertanya-tanya kepada pramuniaganya. Sudah begitu, belum tentu merek dan spesifikasi yang Anda incar ada. Kalaupun ada, harganya biasanya lebih mahal dari laptop yang sama di etalase toko daring.
Tidak demikian halnya jika Anda membeli lewat toko daring, seperti Tokopedia, Bukalapak, Lazada, Shoppee, Elevenia, JD.id, atau lainnya. Kita tinggal ketik di kolom pencarian, lalu atur filter (advanced search) sesuai merek dan spesifikasi yang kita mau. Dalam hitungan detik, daftar laptop yang siap kita beli akan muncul, plus harga-harga dan ongkos kirimnya (ongkir).
Ya, kelemahannya membeli laptop di toko daring, Anda harus menambahkan bujet untuk ongkir. Namun, paling-paling itu hanya beberapa puluh ribu rupiah. Kalau dihitung-hitung, jatuhnya sama saja dengan ongkos bensin dan parkir jika Anda harus mengunjungi toko laptop fisik. Oh ya, tidak jarang juga pemilik lapak daring atau marketplace memberi kupon bebas ongkir.
Kalau Anda tidak sabar menunggu proses pengiriman, di filter, cari saja yang penjualnya berada di kota yang sama. Atau yang pengirimannya bisa menjamin tiba di hari yang sama. Tentu saja, untuk pengiriman secepat ini dibutuhkan pengeluaran ekstra.
Kalau Anda takut ditipu atau membeli kucing dalam karung, lihat saja reputasi tokonya. Baca juga rating produknya, karena yang bisa memberi bintang 1-5 pasti yang benar-benar pembeli laptop itu. Inilah yang tidak mungkin dilakukan bila Anda membeli di toko konvensional.
(4) Jangan Membeli Laptop Bekas
Apapun kondisi keuangan Anda, laptop seken, bekas, modifikasi (yang speknya ditingkatkan supaya lebih menggiurkan pembeli), refurbished (produk cacat yang diperbaiki oleh pabrik), atau apapun istilahnya tidak saya rekomendasikan.
Mungkin memang ada yang kualitasnya baik, tetapi normalnya, ini seperti untung-untungan. Beberapa kali membeli laptop seken, saya tidak pernah beruntung. Dalam tempo kurang dari setahun, ada saja masalah yang membuat saya harus datang ke tempat servis. Dan ujung-ujungnya, laptop itu tidak terselamatkan juga.
Anda harus tahu, laptop-laptop seperti ini garansinya selalu pendek. Mungkin cuma seminggu atau dua minggu. Memang dalam seminggu, dua minggu, atau bahkan sebulan, laptop akan baik-baik saja. Namun setelah itu, toko akan lepas tangan bila terjadi kerusakan. Sungguh berisiko bagi konsumen.
(5) Jangan Membeli Laptop Tidak Resmi
Istilah lainnya mungkin laptop black market (BM). Sebenarnya produk resmi, tetapi resmi untuk negara lain. Biasanya, kita terpikat karena spesifikasi laptopnya unik. Dengan spek sebagus atau secanggih itu, harganya lebih murah dibanding laptop sekelasnya. Tentu saja, karena tidak perlu membayar pajak di Indonesia.
Jeleknya lagi, karena laptop ini sebenarnya untuk negara lain, maka papan ketiknya pun terasa aneh. Apalagi kalau laptop itu diperuntukkan bagi konsumen yang menggunakan aksara non-Latin, seperti India, Arab, Korea, atau Cina.
Biasanya, laptop seperti ini hanya ada garansi toko, bukan garansi resmi dari merek yang bersangkutan. Toko pun akan angkat tangan bila ternyata suku cadang tidak bisa diperoleh di Indonesia. Seperti nasib laptop Lenovo Ideapad V130-151KB saya yang keyboard atau papan ketiknya tidak dijual di mana-mana di Indonesia. Tukang servisnya sudah mengubek-ubek gudang-gudang di Surabaya, Medan, dan Jakarta. Nihil!
Waktu itu, saya belum tahu tentang laptop BM. Saya pikir semua yang dijual di Tokopedia pasti legal, apalagi rating tokonya bagus. Harganya murah, pasti karena diskon atau cuci gudang. Jadi, saya beli saja. Begitu barang tiba, aduh, ternyata papan ketiknya agak aneh. Aduh.
Maka, pastikan mencentang “Official Store” atau “Toko Resmi” ketika melakukan pencarian di marketplace. Toko resmi hanya menjual produk-produk resmi. Nantinya, dibuktikan dengan kartu garansi resmi minimal satu tahun dari merek yang bersangkutan. Untuk produk HP dan Dell biasanya garansinya malah dua tahun.
Keuntungan lainnya membeli laptop resmi biasanya Operating Sistem (OS)-nya juga resmi atau original. Sedangkan laptop tak resmi biasanya diisikan oleh toko dengan Windows trial version. Meskipun ini jangan dijadikan patokan juga. Asal tahu saja, laptop HP 14-do12TU saya, statusnya resmi alias legal dengan garansi kerusakan dan spare-parts dari HP selama dua tahun, hanya ber-OS Ubuntu. OS itu kemudian saya ganti dengan Linux Mint. Namun untuk laptop-laptop keluaran baru, biasanya laptop sudah di-bundling dengan OS Windows terbaru yang asli.
Demikian tips dari saya. Selamat berburu laptop baru!