Tahun 2017 hampir tamat. Ke mana rencana menghabiskan akhir tahun? Ah, jangan tanyakan itu ke saya, karena jawabannya kurang-lebih akan selalu sama dari tahun ke tahun.
Sudah menjadi kebiasaan saya untuk tidak berlibur saat orang lain musim liburan. Alhamdulillah, kebiasaan ini didukung oleh profesi saya yang “suka-suka”. Profesi penulis lepas membebaskan saya dari kungkungan tembok kantor, jam kerja, aturan bos, atau cinta berlebihan terhadap akhir pekan dan tanggal merah.
Sebagai seorang digital nomad, kerja di mana pun insyaallah saya bisa, selama ada tempat yang nyaman, colokan listrik, dan internet. Makanya di tempat liburan, saya terbiasa membawa laptop berisi pekerjaan dan ponsel yang siaga dihubungi klien. Pekerjaan selesai, buka pintu, eh, langsung lokasi wisata!
Begitu juga rencana akhir tahun yang ada di benak saya sekarang. Pekerjaan yang masih bertumpuk (butuh koneksi internet bagus yang tanpa batas) dan otak yang sedang jenuh (butuh suasana yang berbeda) membuat staycation di hotel menjadi pilihan yang begitu menggoda.
Sekadar info, maaf kalau sudah tahu, “staycation” adalah kata majemuk Inggris dari “stay” dan “vacation”. Artinya, berlibur sambil menetap. Liburan tanpa traveling, tanpa meninggalkan atau jauh-jauh dari rumah. Ini bukan konsep baru. Apalagi di kalangan milenial yang tergolong digital nomad, staycation sudah menjadi seperti ritual rutin.
Staycation to the Max
Biasanya ketika bepergian, yang paling pertama saya pikirkan ialah bujetnya. Ada dua biaya utama di sini: transportasi dan akomodasi. Transportasi maksudnya biaya memindahkan saya dan keluarga dari kota kami ke kota tujuan. Sedangkan akomodasi berarti biaya tempat kami menginap selama di kota tujuan.
Staycation memenggal beban biaya yang pertama. Setidaknya, saya hanya akan perlu menyiapkan uang receh untuk moda-moda kendaraan umum atau taksi di dalam kota. Itulah satu-satunya trip cost. Sehingga, biaya jauh lebih murah.
Mau lebih murah lagi? Bisa. Maksimalkan saja staycation-nya dengan stay total. Ini saya tidak bicara staycation di rumah sendiri yang mengharuskan kita bersih-bersih dan pesan makanan ini-itu dulu, lho. Saya bicara staycation di hotel.
Sering, kita mahal-mahal booking hotel berbintang, tetapi ujung-ujungnya kamar tersebut cuma untuk menaruh tas, tidur malam, dan menumpang mandi (padahal tidak ada sumur di ladang). Kebanyakan, waktu kita habis untuk jalan-jalan di luar hotel. Betul apa betul?
Nah, rencana saya adalah staycation to the max. Kata “stay” benar-benar diartikan secara harfiah. Saya akan check-in sedini mungkin, dan check-out semepet mungkin. Bila perlu, saya akan meminta izin kepada resepsionis untuk bisa early check-in dan late check-out.
Sehari-semalam, saya berencana memanfaatkan fasilitas hotel: tiduran, internetan, menonton televisi saluran luar negeri, nge-gym tiap pagi di pusat kebugarannya, berenang bersama anak-anak, menikmati spa, berendam di bak mandi (bathtub), mencicipi makanan terbaik di restonya, berfoto-foto dengan latar desain interior atau eksteriornya yang unik, sementara anak saya biarkan bermain di playground-nya.
Pokoknya terus eksplor, jangan kasih kendor! Bahkan jangan keluar dari hotel, kecuali kalau kamar sedang dibersihkan.
Ini mustahil dilakukan kalau kita berlibur di luar kota. Karena di kota lain, kita akan selalu terbebani oleh “kewajiban” untuk jalan-jalan menyaksikan keunikan-keunikan setempat, sehingga mau tak mau harus keluar hotel.
Itulah kenapa saya memilih staycation di kota sendiri saja: Surabaya.
Bukan Rekreasi Saja, Staycation Juga Kerja
Saya sudah membuktikannya sejak lebih dari tiga tahun, staycation adalah metode yang efektif untuk bekerja. Biasanya, setelah dua atau tiga hari “bertapa” di sebuah hotel, mood kembali positif dan pekerjaan selesai (tergantung volume pekerjaannya juga, sih). Karena hotel memang memiliki suasana tenang dan fasilitas untuk mendukung produktivitas itu.
Internet hotel, misalnya, dapat dimanfaatkan untuk mengunduh berkas-berkas berkapasitas gigabita, ber-video call dengan klien dalam kualitas HD, juga menonton video-video yang diperlukan via YouTube atau DailyMotion. Coba kalau pakai internet sendiri, wah, kuota bisa jebol!
Yang perlu dilakukan sekarang tinggal bagaimana mencari penginapan dengan fasilitas-fasilitas yang pas dengan kebutuhan. Kalau bisa, penginapan itu belum pernah saya masuki, supaya sekalian dapat bahan tulisan untuk review hotel. Plus, agar suasananya berbeda, saya ingin hotel yang berada di sisi Surabaya yang lain.
Setelah meramban internet, ada beberapa hotel yang sesuai. Lalu saya kerucutkan dengan pertimbangan fasilitas, tarif (harus lebih sabar dan jeli memelototi karena akhir tahun jarang ada yang murah), dan keunikan fisik.
Akhirnya, satu properti penginapan yang positif saya incar adalah Metro House, lokasinya di Dukuh Kupang Barat. Saya tertarik dengan desain interiornya yang minimalis dan punya gaya berbeda.
Pasti asyik juga menikmati me-time dengan berendam di bak mandinya yang diisi air hangat dan buih-buih wangi. Anda tahu, di Surabaya, susah mencari hotel unik, bersih, murah, sekaligus memiliki bak mandi di kamarnya.
Saya ingin berendam berjam-jam, kalau perlu sampai tertidur, dan terjaga lantaran airnya sudah kembali terasa dingin. Kemudian, saya akan bangun dan membilas badan di bawah rintik-rintik air hangat shower. Hm, bayangkan nikmatnya….
Jangan salah, tidak perlu merogoh kocek dalam-dalam untuk ber-staycation di hotel-hotel semacam ini. Di zaman digital begini, kalau cukup sabar dan cerdik, kita selalu bisa menemukan harga murah untuk barang mahal. Untuk urusan penginapan, contohnya, saat ini ada banyak aplikasi atau situs web yang membantu kita menemukan tarif terbaik (baca: termurah).
Nah, terkait Metro House, sudah saya cek. Pemesanan kamar yang termurah adalah melalui RedDoorz (RD), jaringan akomodasi bujet dari Singapura. Di RD, nama hotel berbintang satu itu RedDoorz near Exit Toll Kota Satelit 2.
Tidak ada perbedaan fasilitas atau layanan terhadap tamu yang booking via RD dengan yang melalui situs web lain yang lebih mahal, bahkan lewat pihak hotelnya langsung. Malah akan ada fasilitas tambahan dari RD. Menariknya lagi, opsi pembayaran di RD lebih banyak. Bahkan bisa dibayar nanti sewaktu check-in. Mantap, dah!
Jadi, tinggal beberapa klik atau ketukan, dan… we’re coming, lazy holiday!
– Foto-foto: Brahmanto (dari beberapa hotel yang saya pernah staycated di dalamnya)
4 replies on “Staycation, Ritual Rutin Kaum Digital Nomad”
Hmmmmm, betul banget, kadang cuma judulnya doang staycation, tapi malah keluyuran kayak saya, hahaha… Kalo mau early check in dan late check out, bisa coba di hotel Keraton At The Plaza, Jakarta, samping Grand Hyatt Bundaran HI, hehehe… Salam kenal
Nah, itu. Staycation tapi keluyuran itu kurang HQQ, hehehe. Kurang setia pada definisi awal 😀
Siap, Mas Hendra, salam kenal. Kapan-kapan kalau ke Jakarta akan dipertimbangkan rekomendasinya. Thanks 🙂
Menarik untuk diterapkan, Bram…
…kalau lagi ada duit.
Wahaha, kok malah curcol? 😀